MENANTI PUTUSAN MASJID RAYA SANANA
Banyak orang yang hadir menyaksikan persidangan dugaan Tindak
Pidana Korupsi pembangunan Masjid Raya Sanana, kehadiran banyak orang ini
beralasan karena yang diadili ini menurut beberapa pihak orang yang berpengaruh
di Maluku Utara, dia Ahmad Hidaya Mus, mantan Bupati Kabupaten Kepulauan Sula
dua periode dan pentolan di Partai Politik Golkar di Jakarta, entah karena
Jakartanya atau mantan Bupatinya banyak orang yang hadir menonton persidangan
itu di setiap tahapan, saya dengar-dengar Ahmad Hidayat Mus atau akrab dengan
sebutan AHM mau calon Gubernur Maluku Utara, Waulahualam.
Beberapa kali saya hadir di persidangan, beberapa kali dan mungkin
banyak kali saya juga masuk dan menonton persidangan Masjid Raya Sanana yang
fenomal di media cetak akhir-akhir ini, pandangan unik saya dapati saat
beberapa ibu-ibu yang masuk di ruang persidangan, ternyata mereka datang
bertumpuk-tumpuk selain menonton persidangan beberapa ibu-ibu itu membaca
doa-doa mungkin doa-doa yang dipanjatkan untuk keselamatan dan kemudahan untuk
Terdakwa Dugaan Tindak Pidana Korupsi Masjid Raya Sula AHM.
Selain ibu-ibu yang mambaca doa-doa dalam ruang persidangan (sambil
memegang Kitab), di luar Pengadilan juga sekelompok Mahasiswa yang
mengatasnamakan Himpunan Pelajar Mahasiswa Sula atau HPMS berunjuk rasa
menuntut agar Majelis Hakim yang mengadili AHM agar menjatuhkan pidana
terhadapnya. Saya hampir lupa, hadir juga para politisi terutama di Partai
Politik Golkar, bahkan ada juga politisi partai politik Demokrat, partai politik
PDI Perjuangan, pensiuan birokrat bahkan birokrat aktif.
Saya yang keseharian sebagai seorang Advokat hampir setiap saat
dikonfirmasi untuk dimintai pandangan terkait persidangan yang fenomenal saat
ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ternate, nah
dikesempatan ini saya akan menguraikan secara singkat pandangan saya terkait
persidangan Masjid Raya Sanana dengan Terdakwa AHM.
Masjid Raya Sanana |
Dari beberapa pemberitaan dimedia cetak terkait sidang Masjid Raya
Sanana, salah satu yang studi yang menurut saya menarik untuk didiskusikan
yaitu : 1. Pencabutan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh saksi-saksi pada saat
proses penyidikan (atau pemeriksaan di Kepolisian) dalam persidangan (Malut
Post 8 Maret 2017), serta 2. Tanggapan Majelis Hakim yang menolak kehadiran
saksi verbalisan (saksi dari penyidik
yang memeriksa dan mengambil keterangan saksi-saksi pada perkara a quo).
Lantas apakah saksi mempunyai kewenangan untuk mencabut BAP dalam
tahap penyidikan di dalam persidangan.?.
Dalam Pasal 184 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana)
menyebutkan bahwa alat bukti yang sah itu terdiri dari; Keterangan Saksi;
Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk, dan Keterangan Terdakwa. Selanjutnya
berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 1 Tahun 1985, menegaskan Berita
Acara Pemeriksaan Saksi (BAP) adalah alat bukti yang mempunyai kekuatan
pembuktian sesuai dengan pasal 187 huruf a KUHAP yang tergolong alat bukti
surat.
JIka kita memperhatikan Surat Edaran MA No 1 tahun 1985 maka BAP
adalah alat bukti surat yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP. Dalam
persidangan Masjid Raya Sanana dengan Terdakwa AHM. Saksi-saksi kemudian
mencabut BAP mereka dan menyatakan menggunakan keterangan yang mereka sampaikan
dalam persidangan a quo. Dalam Ketentuan Undang-undang saksi dalam memberikan
keterangan dijamin untuk memberikan keterangan secara bebas tanpa adanya tekanan
dan intimidasi dalam setiap tahapan (Penyidikan sampai penuntutan di
Pengadilan) hal ini juga termasuk hak para saksi untuk mencabut BAP dalam tahap
Penyidikan jika, keterangan-keterangan saksi yang diberikan pada tahapan
Penyidikan dilakukan dengan cara paksaan dan intimidasi oleh Penyidik. Lantas
apakah keterangan saksi-saksi yang mencabut BAP tahapan penyedikan dilakukan
dengan intimidasi dan pemaksaan oleh Penyidik dalam hal ini Penyidik Polda
Maluku Utara.? Waulahualam.
Hingga tulisan ini saya buat, saya belum mendapatkan informasi apa
dan mengapa para saksi-saksi mencabut BAP mereka di persidangan. Memang dalam
KUHAP Pasal 185 ayat (1) KUHAP, menegaskan keterangan saksi sebagai alat bukti
ialah keterangan saksi yang dinyatakan dalam persidangan. Namun menurut
informasi yang saya dapati setelah adanya pencabutan BAP oleh beberapa
saksi-saksi dalam persidangan, Mejelis Hakim Menolak keinginan Jaksa Penuntut
untuk menghadirkan Saksi Verbalisan yaitu para Penyidik yang mengambil
keterangan saksi-saksi dalam tahapan penyidikan untuk dilakukan konfirmasi
apakah proses pengambilan keterangan para saksi dilakukan secara intimidasi dan
paksaan, hal ini yang menurut saya terjadi permasalahan teknis formil-yuridis
saat mejelis hakim menolak untuk menghadirkan saksi verbalisan. Padahal dalam
persidangan Pidana satu asas yang dipegang ialah Hakim diwajibkan untuk Aktif,
yaitu hakim aktif mencari fakta-fakta dalam persidangan salah satunya alasan
apa dan mengapa keterangan para saksi dalam BAP dicabut, namun Majelis Hakim
Menolaknya dan mungkin saja Majelis Hakim sudah mempunyai penilaian.
Beda lain hal-nya dengan perisidangan E-KTP, dimana Miryam S
Haryani politis Partai Hanura di tetapkan tersangka kerena memberikan
keterangan palsu saat sebagai saksi dalam persidangan E-Ktp, sebelum Miryam S
Haryani ditetapkan sebagai Tersangka Pemberian keterangan palsu dalam
persidangan, Majelis Hakim pada persidangan E-Ktp mendengarkan konfirmasi dari
saksi Verbalisan Noval Baswedan selaku penyidik KPK dalam perkara E-Ktp untuk
mengkonfirmasi proses pengambilan keterangan terhadap saksi Miryam S Haryani
dalam tahapa Penyidikan.
Perkara E-Ktp di Jakarta tidak sama dengan Perkara Masjid Raya
Sanana di Maluku utara, namun keduanya mempunyai kesamaan yaitu perkara Korupsi
yang saat ini dipersidangankan.
Terdengar miris memang saat setelah saya mendengarkan pembacaan
Surat Tuntutan yang dibacakan oleh para Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan,
tidak salah farasa yang menurut saya miris ialah “menurut keterangan saksi dalam BAP Penyidikan). Terang memang
menurut saya Jaksa Penuntut Umum tidak menggunakan fakta persidangan keterangan
saksi yang disampaikan dalam persidangan mungkin karena pencabutan BAP yang
dilakukan para saksi dalam persidangan. Namun anggapan Jaksa Penunut Umum tidak
salah karena memang BAP adalah alat bukti surat sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP yang ditegaskan dengan Surat Edaran MA No 1
tahun 1985, dan sudah pasti tanggapan Penasehat hukum terdakwa AHM pasti
berbeda atas Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang
memgangap tuntutan Jkasa Penuntut Umum di luar dari Fakta persidangan.
Disinilah tugas dan kewajiban Majelis Hakim untuk menilai bukti serta
fakta-fakta persidangan termasuk di dalamnya apakah Tuntutan Jaksa yang hampir
sebagian menggunakan BAP penyidikan itu sah, apakah pencabutan BAP oleh
saksi-saksi sah, apakah keterangan saksi-saksi dalam persidangan yang setelah
mencabut BAP sah, serta fakta dan bukti-bukti lainnya yang diajukan oleh Jaksa
Penunutut umum dan Penasehat Hukum Terdakwa, kita serahkan kepada Majelis
Hakim.
Harapan besar publik
Maluku utara agar Peradilan melalui lembaga Yudikatif Mahkamah Agung tetap
menjaga konsistensi sebagai Lembaga yang independent, lembaga yang tidak dapat
di intervensi oleh siapa pun, konsistensi ini harus dijaga oleh lembaga
peradilan kita di tengah-tengah krisis kepercayaan publik terhadap lembaga
Negara (eksekutif dan legislative). Selanjutnya Mejelis Hakim pada perkara
Tindak Pidana Korupsi Masjid Raya Sanana untuk mengadili dan memutuskan
seadil-adilnya, agar terkaan dan penilaian publik terhadap permasalahan Korupsi
Masjid Raya Sanana yang di duga melibatkan AHM dapat terselesaikan melalui
sebuah Putusan Pengadilan. *** Diterbitkan pada Harian Malut Post Edisi, 29 Mei 2017 pada rublik Opini
Komentar
Posting Komentar