OTT TIM SABER PUNGLI GRATIFIKASI, SUAP ATAU PUNGUTAN LIAR.?




Menyimak pemberitaan pada media cetak di Ternate sebelumnya di beritakan Polda Malut melakukan Oprasi Tangkap Tangan atau lazim publik menyebutnya dengan OTT. Dari Pemberitaan Polda Malut melalui Tim Saber Pungli mengamankan tiga orang yang saat ini sudah berstatus Tersangka tepatnya di Hotel Archie, operasi ini dugaan kuat terkait gratifikasi pekerjaan docking kapal (Kompas.com - 14/11/2017).

Terminologi operasi tangkap tangan atau OTT dalam Hukum Pidana tidak sama sekali dikenal, KUHAP hanya mengenal Tertangkap Tangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP yang mendefinisikan yang dimaksud Tertangkap Tangan ialah “tertangkapnya seorang pada waktu sedang malakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu”. 

Dalam proses tertangkap tangan seseorang melakukan tindak pidana, serangkaian prosedur formal yang diatur dalam KUHAP terkait adab dan etika penangkapan dan penahanan semuanya dikesampingkan, sehingga seorang yang kedapatan tertangkap tangan melakukan tindak pidana aparat hukum langsung wajib melakukan penangkapan terhadapnya, tanpa adanya surat perintah penangkapan. 

Sebelumnya mungkin saja para pembaca telah membaca perdebatan para ahli hukum pidana terkait dengan operasi tangkap tangan antara Prof. Eddy O.S Hiariej dan Prof. Romli Atmasasmita, sehubunggan dengan Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun kali ini penulis tidak akan mengulas perdebatan tersebut, namun penulis akan mencoba untuk melihat posisi OTT yang bukan dilakukan oleh KPK namun yang dilakukan oleh Tim Saber Pungli. 

Berdasarkan Peraturan Persiden RI Nomor 87 Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, pada pasal 2 Satgas Saber Pungli mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah”.

Berdasarkan PP Nomor 87 Tahun 2016 satgas saber pungli bertugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia “pungutan” adalah bea, iuran, kutipan, pajak, saweran, tariff yang wajib dibayarkan yang dilakukan oleh yang berwenang sementara “liar” adalah kegiatan meminta sejumlah uang atau barang yang dilakukan dengan tidak tertata, tidak berijin resmi dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi dari aparat penegak hukum. Maka dari kata pungutan dan liar maka mengartikan pungutan liar adalah pungutan yang tidak resmi yang bertentangan dengan jabatan serta undang-undang.

Penulis tidak mengetahui lebih pasti pada kasus OTT yang dilakukan oleh Satgas Saber Pungli Polda Malut namun dari pemberitaan yang diolah oleh penulis OTT terhadap beberapa pelaku tersebut terkait dengan Gratifikasi atau pemberian suap dan atau pungutan liar.? Dalam literatur hukum Gratifikasi, Pemberian suap, dan pungutan liar mempunyai pengertian yang berbeda. Gratifikasi sendiri terkait dengan pemberian dalam arti luas sebagaimana diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 tahun 2011. Sementara “Suap”lebih pada berupa janji sebagaimana diatur dalam KUHP, UU No 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap dan UU Tindak Pidana Korupsi. dan pungutan liar sendiri lebih pada pungutan yang tidak resmi, maka timbul pertanyaan apakah uang sebagaimana yang diperoleh oleh tim saber pungli Polda Malut saat melakukan operasi tangkap tangan terhadap pelaku adalah Gratifikasi, Suap, dan atau Pungutan liar.? Disini hanya fakta persidangan yang dapat membuktikannya. 

Ilustrasi/Net
Namun perlu digaris bawahi bahwa, jika tim saber pungli yang melaksanakan OTT terhadap pelaku maka operasi tersebut harus merupakan operasi atas tindakan pungutan liar, bukan gratifikasi dan atau suap. Hal ini sudah sudah jelas berdasarkan Peraturan Persiden RI Nomor 87 Tahun 2016 tim saber hanya melaksanakan operasi tangkap tangan atas tindakan pungutan liar. Tindakan Pungutan liar lebih spesifik terjadi pada saat peritiwa itu dilakukan saat berada di lokasi, semisalnya terjadi pungutan liar saat seorang warga mengurusi KTP atau KK pada kantor catatan sipil dan warga yang bersangkutan dibebani biaya yang tidak seharusnya di bebani kepadanya oleh seorang petugas, maka petugas tersebut telah jelas dan terang telah melakukan pungutan liar. Jika dikaitkan dengan peristiwa OTT pada kasus ini apakah disebut dengan Pungutan Liar.? Karena lokasi bahkan tujuan pemberian uang dimaksud sebagaimaan pemberitaan media cetak sehubungan dengan proyek docking kapal, dan menurut dugaan penulis jika benar tindakan pemberian uang tersebut terkait proyek docking kapal maka tindakan tersebut adalah gratifikasi atau Suap dan bukan merupakan pungutan liar, sebagaimana kewenangan Tim Saber Pungli untuk melakukan operasi tangkap tangan atas tindakan pungutan liar. 

Hal ini perlu adanya kejelasan mengingat menegakan hukum pidana tidak serta merta menggunakan kewenangan yang ada pada aparatur hukum untuk dipergunakan hingga pada kesewenang-wenangan, namun tindakan yang diambil oleh apratur hukum harus sesuai dengan cara main atau setidak-tidaknya diatur secara jelas dan terang dalam sebuah regulasi atau undang-undang yang memberikan kewenangan kepada aparatur hukum untuk menggunakannya. Mungkin dengan tulisan singkat ini membuka dan menambah pengetahuan bagi para pembaca terutama penegakan hukum tindak pidana korupsi yang saat ini kita peranggi bersama. 

* tulisan ini pernah dimuat pada harian Malut Post, Edisi Selasa, 21 Nov 2017  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH : GUGATAN PERLAWANAN EKSEKUSI

CONTOH NOTA PEMBELAAN ATAU PLEDOI PADA PERKARA UU ITE

TINDAK PIDANA KORUPSI AKTIF MENURUT "ADAMI CHAZAWI"