KEGIATAN REKLAMSI YANG MELANGGAR HUKUM (Catatan Buat Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula)

Ilustrasi                                                     jawapos.com
Akhir-akhir ini pemberitaan pada media cetak, elektronik ramai memberitakan aksi penolakan masyarakat pesisir (nelayan) atas kebijakan Pemerintah melaksanakan kegiatan Reklamasi/perluasn wilayah yang terkonsentrasi pada wilayah pesisir. Tak tangung-tangung nelayan yang merasa dirugikan atas kebijakan reklamasi mengajukan perlawanan hukum melalui jalur Peradilan, hasilnya di DKI Jakarta Pengadilan Tata Usaha Negara mengabulkan Gugatan nelayan atas kebijakan reklamasi pesisir pantai di Jakarta. Beda Jakarta beda pula yang terjadi di Sanana Kabupaten Kepulauan Sula. Kebijakan reklamasi wilayah pesisir di desa Fogi, Fatcei hingga Falahu menuai permasalahan yang tidak bisa dianggap Remeh, Pasalnya Kegiatan Penimbunan wilayah Pesisir di tiga (3) Desa tersebut dilakukan tanpa pemenuhan persyaratan Normatif sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-undang bahwa kegiatan yang berdampak langsung terhadap lingkungan hidup wajib didahului Dokument Assesment Lingkungan hidup berupa Dokument Analisis Dampak Lingkungan Hidup atau akrab di sebut AMDAL. Pemberitaan media cetak Malut Post pada edisi Selasa, 14 Juni 2016-halaman 6, dengan judul “ Amdal Proyek Reklamasi Disiapkan”, mengambarkan ketidaksiapan dan kelemahan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula dalam hal Agenda Pembangunan. Dalam pemberitaan Pemda Kepulauan Sula baru menyiapkan Dokument AMDAL untuk kegiatan Reklamasi, padahal kegiatan Reklamasi tersebut telah dilaksanakan hingga melewati tiga desa, cukup miris. Sudah dipastikan secara normatif kegiatan reklamasi di Kota Sanana adalah Perbuatan Melawan Hukum, selain melanggar Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, hal ini juga merupakan Dugaan Tindak Pidana Lingkungan Hidup sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup pada Pasal 98 yang berbunyi “Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambient, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama sepuluh tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000 dan paling banyak Rp.10.000.000.000.” Dugaan Tindak Pidana Lingkungan Hidup sebagaimana kegiatan Reklamasi di Kota Sanana tanpa menyertai Dokumen AMDAL, merupakan Tindak Pidana Formil, sebagaimana menurut Sukanda Husin (2009:122), bahwa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup, ada dua Jenis dimensi Tindak Pidana atau lazimnya para praktisi hukum menyebutnya dengan Delik Pidana, yaitu Delik Pidana Materil dan dan Delik Pidana Formil, sebagaimana dimaksud Delik Formil Tindak Pidana Lingkungan Hidup atas kegiatan Reklamasi adalah perbuatan melawan hukum terhadap aturan-aturan hukum administrasi, jadi untuk pembuktian terjadinya delik formil tidak diperlukan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup seperti delik materil, tatapi cukup dengan membuktikan pelanggaran hukum administrasi. Tentunya hal ini menjadi bahan pembelajaran bagi Pemda Kabupaten Kepulauan Sula, bahwa perumusan kebijakan pembangunan terutama infrastruktur/perluasan wilayah tidak dengan semaunya saja atau asal-asal berdasarkan keinginan, namun perencanaan pembangunan harus dirumuskan dengan terencana serta tidak melanggar ketentuan perundang-undangan yang ada, serta tepat guna bagi masyarakat, terutama masyarakat kecil dalam hal peningkatan ekonomi rakyat. Bukan kebijakan pembangunan yang hanya untuk kepentingan kelangan menengah pemodal/terutama perluasan wilayah produksi, distribusi dan komsumsi mereka untuk terus menumpuk keuntungan. Keprihatinan kebijakan pembanguna yang berdampak buruk terhadap lingkungan hidup bukan merupakan wacana baru yang didiskusikan, namun sudah merupakan pembahasan Global yang dimulai dari tahun 1972 melalui Konperensi Stockholm hingga ke Rio Brazil, Indonesia merupakan Negara yang turut andil dalam konperensi-konperensi tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mas Achmad Santoso, kebijakan berwawasan lingkungan penting untuk diterapkan mengingat keberlangsungan regenerasi berikutnya. Pernyataan ini mengambarkan bahwa pembangunan tidak dilakukan dengan cara serabutan namun juga memperhatikan ruang hidup regenerasi kedepan. Olehnya itu catatan penting yang harus diperhatikan oleh Pemda Kabupaten Kepulauan Sula ialah; Pertama; perumusan kebijakan pembangunan yang berbasis lingkungan hidup dan regenerasi harus menjadi prinsip, mengingat masih minimnya infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Sula, tentunya menjadi tangungjawab pemerintah daerah untuk mewujudkannya, kedua : penguatan Sumber Daya Manusia yang memadai, dari informasi yang penulis peroleh hingga kini belum ada tenaga yang spesifik diperuntukan untuk menyusun dokumen Amdal, tentunya hal ini sekali lagi miris adanya. Dan yang ketiga ;keterbukaan informasi pembangunan penting untuk terus diinformasikan kepada masyarakat, selain diperlukan keterlibatan masyarakat dalam Pembangunan tersbut, Keterbukaan informasi terutama terkait pembangunan adalah Hak dasar masyarakat. Mungkin dengan tulisan sederhana ini yang masih jauh dari sempurna Pemda Kabupaten Kepulauan Sula bisa intropeksi, serta dapat merumuskan kebijakan pembangunan yang tidak lagi melanggar hukum seperti Reklamasi di Pesisir tiga desa di Kota Sanana.[]

(Sumber : Malut Post, Edisi Jumat 17 Juni 2016) atau bisa di unduh di http://portal.malutpost.co.id/en/op...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH : GUGATAN PERLAWANAN EKSEKUSI

CONTOH NOTA PEMBELAAN ATAU PLEDOI PADA PERKARA UU ITE

TINDAK PIDANA KORUPSI AKTIF MENURUT "ADAMI CHAZAWI"