ORASI ILMIAH : EKOLOGI PEMUDA (Kesadaran Pemuda Menuju Indonesia kuat, Indonesia Hebat)
Orasi Ilmiah
EKOLOGI PEMUDA (Kesadaran Pemuda Menuju Indonesia kuat, Indonesia Hebat)
Oleh : Fahruddin Maloko
Advokat dan Dewan Pendiri Lingkar Pena Institute
Asslamu’alaikum
Wr… Wb…
Dengan tidak menyampingkan rasa hormat
saya pada kemanusian, pertama-tama saya sampaikan; Salam untuk bumi, salam
untuk kehidupan, salam untuk para pejuang terdahulu, dan salam untuk para
pendengar yang masih menikmati sumberdaya yang ada di bumi.
Fhoto By : LPI-Malut |
Dan selamat pagi Indonesia, selamat
pagi Maluku Utara, selamat pagi Kota Ternate. Kita dalam momen sacral Sumpah
Pemuda pada 28 Oktober ini. Hari sumpah pemuda yang ditetapkan pada kongres
pemuda 27-28 Oktober 1928 di Batavia yang kini kita kenal sebagai Jakarta. Tak terasa sudah 88 kali
kita memperingati momentum ini. Semoga tidak sekadar seremoni belaka namun
lebih pada bagaimana kita menjiwai akar dari pergerakan pemuda dapat bersatu
melawan kolonialisme pada saat itu.
Saya lebih nyaman memakai kata
kawan-kawan. Ya kawan, tentu untuk mendapatkan reverensi tentang sejarah
pergerakan pemuda di zamankekinian tidak sulit. Kawan-kawan dapat menggunakan
telunjuk saja pada hanphone
kawan-kawan. Dan berbagai referensi pun kawan-kawan dapati.
Olehya itu, kawan-kawan basudara,
dalam momen kali ini, saya lebih memfokuskan berbicara pada tema “Ekologi Pemuda” agar kita tak sekadar
menjadikan slogan Pemuda Menuju Indonesia kuat, Indonesia Hebat.
Kenapa ekologi. Yak arena manusia
punya hubungan timbal balik dengan alam dan mahluk hidup lainnya. Bahkan pemuda
punya hubungan timbal balik dengan kehidupannya/ kondisi alam sekitarnya.
Manusia diberikan kelebihan soal akal
budi. Olehnya itu ia membentuk budaya. Ia tidak terlepas dari
ekosistem—beradaptasi dengan semua bentuk lingkungan dan mendayagunakan
lingkunan untuk tetap bertahan hidup.
Dalam kebudayaan, pengetahuan manusia
mulai berkembang. Secara sosiologinya Conte, manusia mencapai hokum tiga tahap;
teologi, metafisik, dan positifistik.
Fhoto By : LPI-Malut |
Dengan menggunakan akal, potensi
sumberdaya alam diekploitasi di komsumsi untuk memenuhi kebutuhan pokok. Dengan
akal ini manusia kemudia n berbudaya, hingga berilmu pengetahun dan dengan ilmu
pengetahuan, mansia membuat teknologi yang sekrang kita kenal dengan istila
IPTEK.
Secara panjang lebar, kawan-kawan
pasti menemukan jenjang proses ilmu ini. Kita sadar. Banyak proses pembelajaran
soal iptek yang kita ketahui. Namun, bisakah kita renungkan kembali, sebenarnya
apa yang salah sehingga di era ini tidak ada keseimbangan antara kehidupan
sebagai manusia yang hidup di bumi dengan peran menjaga bumi?
Tidak bermasuk menggurui. Namun
kiranya, kita semua mulai dari satu pertanyaan; apakah betul kawan-kawan
merdeka dalam konteks kekinian? Mari kita maknai kata merdeka bersama-sama
dalam melihat kondisi kekinian.
Di sini, saya lebih menyoroti
persoalan kekinian yang terjadi di Nusantara. Terjadi penggusuran, reklamasi di
mana-mana atas nama pembangunan, investasi pertambangan skala massive atas nama
pertumbuhan ekonomi dan sebagainya. Terus, apa yang terjadi di
masyarakat kelas bawah?
Kehilangan ruang hidup iya, terusir
dari tanah sendiri atas nama tanah milik negara iya. Maluku Utara memiliki luas
daratan Malut hanya 3.327.800 hektare dan menampung 360 Izin Usaha Pertambangan
(IUP). IUP tersebut mengambil luas wilayah Malut sebesar 2.618.670 hektare.
apakah pernah terlintas oleh kita
bahwa kita masih hidup di bawah ancaman kapilisme yang dilegalkan?
Hingga detik ini, orang tua kita di
Gane masih berlawan terhadap investasi sawit yang masuk mengambil ruang hidup
mereka. Pala dan cengkih hilang.
Kita hidup di daerah kepulauan dan
sudah dua pulau kecil yang tercatat hilang. Sementara, dalam bencana ini,
saudara kita di pulau-pulau kecil tidak mempunyai akses untuk menyuarakan hal
ini. Lalu apa peran kita sebagai pemuda yang sudah masuk dalam dunia akademik.
Kuliah dari jerih payah orang tua di kampung. Uang dari hasil panen cengkih,
pala, kopra dan lainnya. Sementara alam Maluku Utara terus dimasuki kapitalisme
yan memakai topeng kesejahteran itu?
Lalu, masihkah kita mempunyai
kesadaran ekologi? Masikah dibenak kita ada pala, cengkih, dan kopra? Ataukah
kita pasrah kehilangan apa yang menjadi identitas dan berharap pada kepentingan
asing atas nama kemanjuan kembangunan dan kesejahteraan ekonomi yan sebenarnya
tidak bersumber dari kemandirian kita.
Kembali ke soal tuntuan mengejar iptek
dalam tanda petik ya. Kita berbondong-bondong bukan pada menambah wawasan tapi
lebih pada soal bagaimana mengangkat status sosial. Banyak pemuda yang keluar
dari kampung untuk sekolah, setelah apa yang mereka katakana sukses itu tidak
lagi pulang kampung. Kampung menjadi kota yang angker bagi kita. Apa-apa yang
terjadi dikampung tidak lagi menjadi surge di kepala kita. Kita menyembah pada
kemajuan yang belum tentu menjadikan kedirian layaknya manusia.
Jika peran pemuda kedaerahan dulu
adalah menghimpun kekuatan melawan kolonialisme? Bagaimana dengan kondisi
pemuda saat ini dalam dunia politik khusunya di Maluku Utara?
Apakah tidak hebat kalau pemuda tidak
terjun ke partai politik? Menyusun retorika, tampil di atas truk dan memegang
megafon, terak soal pilkaada, namun sunyi di ruang atas nama ekologi untuk
kelangsungan hidup.
Itulah dinamika kita saat ini.
Kawan-kawan yang saya bangakan..!
Sudah saatnya generasi muda
dipersiapkan sejak dini untuk menjadi pemimpin masa depan. Bagaimana caranya?
Selain kesadaran soal ekologi, kita perlu memeriksa sikogoli pemuda di zaman
kekinian yang serba keterbukaan informasi. Informasi dari hal positif hingga
negaatif pun dapat diakses di zaman ini.
Sudah saatnya ada regulasi yang
memeriksa sikologis anak muda sejak usia Sekolah Menengah pertama hingga
Sekolah Pemengah Atas. Bagaimana tingkat stress, tingkat emosional, dan
pritualitas. Hal ini juga untuk mengawal proses pembelajaran generasi kita.
Perlu juga melakukan pisiko tes
terhadap para guru, sebab bisa jadi tingkat stress guru di bawah-bawah di ruang
kelas. Kasus yang terjadi di Moti, beberapa bulan lalu, seorang guru memukul
murid dengan penggaris di kepala hingga meninggal dunia.
Kita juga butuh melalukan pisiko tes
terhadap aparatur kita. Bagaimana tingkat stress mereka, bagaimana emosional
mereka. Sebab, kerja-kerja mereka menyangkut dengan kebijakan. Jika tingkat
stress aparatur kita tidak baik, maka saya yakin kebijakan yang dikeluarkan pun
berdampak pada kehidupan kita. Hal ini menyangkut dengan etos kerja para
pemangku kebijakan kita.
Photo By : LPI-Malut |
Perlu kita renungkan bahwa, hidup
manusia itu sangat bergantung pada tiga factor yang disediakan bumi yakni, air,
tanah, dan energy. Jika tata kelola ke tiga ini mulai amburadul di kampung
maka, rusaklah kampung kita. Rumah tangga hancur akibat ini. Dapur tak berasap
karena energy seperti kayu bakar sulit didapat. Kehilangan tanah. Kehilangan
air, kehilangan tata kelola ruang hidup.
Sudah saatnya pemuda kembali ke
kampung dan melihat bagaimana tata kelola air, tata kelola tanah, dan tata
kelola energi. Periksa bagaimana kondisi tata kelola air, kondisi kampung.
Bagaimana tekanan di kampung, apa krisis yang dihadapi.
Mulai dari memeriksa sisi kehidupan
kita. Lalu apa yang kita bayangkan di kampung. Setidaknya ada dibenak kia
bagaimana membenah kondisi kita ini yang sdah carut-marut.
Setidaknya, dengan begitu, kita akan
rasakan apa yang kita lakukan untuk negeri ini.
Kawan-kawan yang saya bangakan..!
Jika kita maknai arti kemerdakaan,
seharusnya kita juga harus berjuang mempertahankan apa yang telah diperjuangkan
para pemuda terdahulu.
Jangan jauh-jauh. Kita bisa
belajar pada sprit Khairun, pada
Babullah, Pada Nuku dan lainnya. Bagaimana mereka melakukan gerakan
mempersatukan pemuda yang ada di nusantara ini untuk melawan kolonialisme.
Tanggungjawab kita adalah menjaga apa
yang telah diperjuangkan orang-orang kita terdahulu.
Akhir kata dari saya, untuk Menuju
Indonesia kuat, Indonesia Hebat. Kita harus mempersiapkan generasi muda
kita sejak dini untuk menjadi pemimpin masa depan. Pemuda yang mempunyai
kedasaran ekologi, kesadaran akan ruang hidup sejatinya bumi dan mansia.
Sejatinya sebagai manusia yang hidup dengan nilai dan falsafah.
Salam untuk bumi, salam untuk
kemanusian, salam untuk pemuda pejuang ekologi!!
Komentar
Posting Komentar