Urgensi Pembentukan Pengadilan Niaga di Maluku Utara

Kepastian hukum dalam lapangan bisnis dalam perkembangan hukum di Indonesia telah mempunyai tempat yang baik, setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam literatur perkembangan Hukum Bisnis di Indonesia terutama pada lapangan hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang, baru mendapatkan perhatian serius dari pemerintah sejak terjadinya Krisis Ekonomi pada tahun 1998 atau lebih dikenal dengan Krisis Moneter.

Sejak krisis moneter 1998 Pemerintah telah mengeluarkan Perpu Nomor 1 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Tentang Kepailitan di tetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 (terakhir di rubah menjadi UU Nomor 37 Tahun 2004). Kepailitan sendiri di artikan sebagai “pailit” atau bangkrut, yang mana tujuan pengaturannya kepailitan (termasuk pengaturan penundaan kewajiban pembayaran utang) ini agar memastikan pendistribusian hak antara Kreditur dan Debitur secara baik dan berkeadilan saat menghadapi iklim usaha/bisnis yang tidak kondusif, agar terciptanya dunia usaha yang seimbang dan berkelanjutan.

Menurut Levintha dalam The Early History of Bankruptcy lawa, tujuan dibentuknya hukum kepailitan memiliki tiga tujuan yaitu ;  1. Hukum kepailitan mengamankan dan membagi hasil penjualan harta milik debitur secara adil kepada semua krediturnya, 2. Mencegah agar debitur yang insolven (keadaan tidak mampu membayar) tidak merugikan kepentingan krediturnya dan, 3. Memberikan perlindungan kepada Debitur yang beritikad baik dari para krediturnya.

Tentunya saat ini saat dunia usaha mengalami permasalahan iklim usaha yang tidak stabil akibat pandemi virus Corona Covid-19 yang mendunia. Hampir sebagian pemerintahan di dunia melakukan kebijakan penutupan akses transportasi yang berakibat pada pembatasan mobilisasi manusia, yang mana mobilisasi manusia adalah bagian terpenting (Distribusi) serta terintegrasi sebagai bagian dari perkembangan dunia usaha/bisnis. Tak terkecuali di Indonesia, yang mana hampir sebagian daerah menerapkan kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) sebagai langkah pemutusan penyebaran wabah virus Covid Corona -19 (diatur dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020).

Sebagaimana dilansir dari kontan.co.id sudah banyak sektor usaha yang mulai mengalami pailit atau bangkrut akibat Pandemi Virus Corona Covid-19, sektor pariwisata dan Pendukungnya adalah sektor yang paling merasakan dampak atas pandemi Virus Corona Covid-19, sebagaimana pernyataan Wakil ketua Umum Kadin Indonesia Shinta Wijaya (Jumat, 8 Mei 2020). Akibat gulung tikarnya sektor pariwisata dan pendukungnya, tentunya para pengusaha akan melakukan upaya-upaya hukum untuk menyeimbangkan keuntungan mereka atas usaha-usaha mereka, melalui sejumlah upaya litigasi hukum mengajukan permohonan Pailit atau penundaan pembayaran hutang ke Pengadilan.

Masih dilansir dari kontan.co.id, mengutip dari data sistem informasi penelusuran perakra (SIPP) dari pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Medan, Semarang, Surabaya dan Makassar, tren permohonan pengajuan Penundaan Kewajiban pembayaran utang, mengalami kenaikan. Pada januari 2019 hingga maret 2019 terdapat 104 perkara, sedangkan pada Januari 2020 hingga maret 2020 terdapat 116 perkara. Menurut Advokat Hendra Setiawan Boen angka kenaikan Permohonan kewajiban Penundaan pembayaran hutang diakibatkan karena ketidakstabilan dunia usaha akibat pendemi virus corona covid-19 dan angka ini akan terus naik.

Di Maluku utara sendiri sudah terlihat keguncangan dunia usaha akibat pandemi virus corona covid-19, sebagaimana dilansir dari kompas.com 15 April 2020, di Ternate terdapat 633 karyawan telah dirumahkan dan angka ini diprediksi penulis jika berkelanjutan pademi corona covid-19 akan mengalami kenaikan.

Di sektor ini, pemerintah daerah sudah seharusnya memikirkan keseimbangan dunia usaha, terutama kepastian hukum bagi pelaku usaha dalam keberlanjutan usahanya. Terutama pembentukan pengadilan Niaga yang melingkupi wilayah hukum Propinsi Maluku Utara. Saat ini dalam permohonan ke pengadian niaga bagi pelaku usaha baik debitur maupun kreditur atas permohonan pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di wilayah maluku utara harus mengajukannya ke Penadilan Niaga yang berada di Kota Makassar. Kondisi perkembangan investasi di maluku utara yang sudah mulai menjamur telah memenuhi prasyarat untuk dibentuknya Pengadilan Niaga di Wilayah Hukum maluku utara, para pemangku kepentingan sudah seharusnya membicakaran dan mendiskusikan pembentukan pengadilan Niaga yang melingkupi wilayah maluku utara, oleh karena prinsip peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan sebagai prinsip umum peradilan sudah seharusnya diterapkan untuk wilayah-wilayah seperti Propinsi Maluku Utara yang sudah mulai adannya perkembangan dunia usaha dan ivestasi, terutama di sektor Pertambangan. Tentunya dengan tujuan untuk memastikan keadilan bagi para debitur dan kreditur dalam pengelolahan dunia usaha serta bagi dimensi pembangunan hukum masyarakat pada sektor Bisnis/usaha.

Pengadilan Niaga sendiri berdasarkan Ketentuan Undang-Undang tidak hanya mempunyai lingkup wewenanag mengadili Permohonan Pailit dan penundaan Kewajiban Pembayaran hutang, namun juga pada sektor Hak Kekayaan Intelektual seperti Desain industri, Desain tata letak Sirkuit Terpadu, Paten, Merek dan Hak Cipta, dan Sengketa Lembaga Penjamin Simpanan diantaranya ; sengketa dalam proses likuidasi, dan Tuntutan Pembatalan segala perbuatan hukum bank yang mangakibatkan berkurangnya aset atau bertambahnya kewajiban bank, yang dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum pencabutan izin.

Sebagaimana alasan atau dasar pembentukan pengadilan niaga berlokasi pada pusat kota perdagangan (Kepres Nomor 97 tahun 1999), maka sudah seharusnya wilayah propinsi Maluku utara sudah dibentuk sebuah pengadilan niaga agar adanya kemudahan masyarakat baik secara perorangan atau badan hukum dalam menyelesaikan sengketa perniagaan secara adil, cepat, terbuka dan efektif. semoga[]      


Oleh : Fahruddin Maloko | Advokat/Pengacara

Di muat pada Laman Opini pada Media Cetak Malut Post, Edisi 13 Mei 2020 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH : GUGATAN PERLAWANAN EKSEKUSI

CONTOH NOTA PEMBELAAN ATAU PLEDOI PADA PERKARA UU ITE

TINDAK PIDANA KORUPSI AKTIF MENURUT "ADAMI CHAZAWI"